Friday, January 23, 2009

Mahakam yang Tak Terlupakan

Ketika berita banjir yang melanda di kota kota besar di Indonesia saat ini, rasanya luapannya terasa menyiram keprihatinan yang mendalam dalam diri saya dan ini juga pasti dirasakan oleh saudara saudara saya yang lain yang mungkin saat ini sedang nyaman duduk di kantor atau beranda rumah, menikmati segelas kopi dan surat kabar yang mudah mudahan berita duka ini bukan merupakan suatu bacaan hiburan. Saya termasuk salah satu itu yang saat ini sedang duduk nyaman sambil membaca Koran, dan terfokus pada berita besarnya banjir di pedalaman Kalimantan khususnya daerah yang di aliri sungai “Mahakam” yang merupakan salah satu sungai terbesar di Kalimantan Timur. Pikiran saya menyeruak dan memori tentang sungai Mahakam menari nari mengingatkan akan kesan mendalam ketika saya menyusuri sungai tersebut. Mohon maaf sebelumnya, bukan saya tidak berduka dengan musibah yang diakibatkan lupan sungai ini terhadap daerah daerah yang dialirinya, tapi sungai Mahakam lebih dari sekedar sungai yang hanya memberi bencana banjir kepada saudara saudara kita, banyak hal positif dan menguntungkan bagi masyarakat sekitar ini, sarana Transportasi yang sangat murah baik bagi masyarakat untuk kehidupan ekonomi sehari hari juga bidang usaha ( Perusahaan besar di sektor perkayuan, pertambangan dan lainnya banyak diuntungkan dengan adanya Mahakam ini ) yang sangat efektif.
Sekitar tahun 1994-1999 ’an ( wah rasanya sudah tua sekali saya saat ini…he he ) saya sering bepergian dengan kapal penumpang menyusuri Sungai Mahakam ini, dari Samarinda menuju Kotabangun, Muara Muntai, bahkan sampai Melak dan Long Iram ( dulu masih termasuk kabupaten Kutai, dan sekarang masuk ke Kutai Barat seiring pemekaran kabupaten Kutai yang sangat besar ini menjadi beberapa kabupaten yang lebih kecil ). Sebagai perantauan dari Jokja yang tidak punya sanak saudara di Kalimantan ini, maka saya berusaha untuk mencari teman sebanyak banyaknya dan sebagian dari mereka adalah teman teman asli Kalimantan yang dengan ramah dan segenap hati yang tulus mengundang saya untuk singgah ke kampung halaman mereka ketika tiba masa liburan cuti. Wah saya sangat ‘excited’ sekali, sangat menikmati perjalanan yang sangat berkesan ini, dalam 3 hari perjalanan yang sangat menyenangkan : menikmati keindahan alam yang sangat luar biasa, bercanda dengan teman teman lama dan teman baru yang kami temui di kapal, mereka sangat “friendly” sekali, baik lelaki ataupun perempuan ( yang tentu saja sangat cantik cantik menurut saya ) menyambut kita tulus tanpa pamrih. Pagi yang dingin menjadi hangat, siang yang panas menjadi sejuk, dan sore yang indah semakin indah ketika bintang dan bulan mulai menyeruak, dan hati yang berbahagia semakin merekah ketika tawa yang tulus dan lepas terasa merdu seiring obrolan dan canda yang bersahaja tanpa kepalsuan. Nyaman sangat nyaman sekali, nikmatnya menyusuri Mahakam ini tak akan terlupakan!
Oh ya…..itu adalah kenangan mengesankan 10 tahun yang lalu, suatu saat ketika saya searching di google tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Mahakam, salah satunya saya menemukan tulisan yang sangat menarik, tulisan yang sangat berkesan sekali dan sangat bagus menurut saya, dibuat oleh seseorang ( yang pasti sangat spesial ) bernama M.D Saib. “Pak Saib yang terhormat, sebelumnya mohon maaf ya, saya menyadur ulang tulisan bapak yang sangat berkesan ini untuk saya sharing dengan teman teman yang berkenan untuk membaca blog saya ini”. Demikian tulisannya :

Dave SAIB
Tue, 14 Sep 1999 22:53:20 -0700

Salam,

Cerita sejarah starts:

Beberapa minggu yang lalu saya pergi mengunjungi Menara Pemboran di perairan Mahakam untuk suatu keperluan. Karena kebetulan akhir pekan, jadi tidak ada transportasi dengan helikopter ke lokasi tersebut maka saya menumpang kapal suplai. Saya adalah satu-satunya penumpang di kapal tersebut. Kapten kapal adalah seorang yang berperawakan sedang, berkulit gelap, cukup ramah. Mula-mula saya duga dia berasal dari Sulawesi Selatan. Waktu dia berbicara kepada anak buahnya, saya langsung faham bahwa dia berasal dari Malaysia, karena bahasa Indonesianya yang sebenarnya cukup baik, disana-sini tercampur bahasa Malaysia (Mis. Kamu tak payah putar dialah. Tak payah = tak usah). Anehnya kepada saya dia selalu berbahasa Inggeris, meskipun dia sudah mendengar saya berbahasa Indonesia kepada anak buahnya. Akhirnya berbasa-basi saya tanyakan darimana dia berasal. Dia bilang; "I hold Malaysian passport". Saya sudah menduga anda ini orang Malaysia saya bilang. Buru-buru dia menambahkan " My ancestors are Portugease". Jadi anda berdarah campuran barangkali, saya tanya. "Yes, my mother is Dutch". Lho bagaimana sih ini, kok tampang anda kayak Melayu. Dia jawab "May be because I'm a seaman. My sisters are blonde, one even has blue eyes". Ada berapa banyak sebenarnya keturunan Portugis di Melaka sekarang ini, saya tanyakan lebih lanjut. Dia bilang sekarang sudah semakin berkurang, karena yang muda-muda sudah pada keluar dari komunitas mereka, keseantero Malaysia bahkan ke manca negara. Yang tinggal sekarang mungkin sekitar 3000 orang. Dan kalian masih merasa sebagai orang Portugis, tanya saya. "We are Malaysian, tapi budaya kami, agama kami masih tetap kami pelihara", jawabnya. Termasuk bahasa? Ya , di rumah dengan orang tua saya, kami berbahasa Porto. Tapi anak-anak muda sekarang lebih banyak berbahasa Inggeris, jelasnya. Saya ingat pelajaran sejarah. Malaka itu dulu adalah koloni Portugis. Entah kapan koloni itu diambil alih oleh penjajah Inggeris, namun rasanya dalam sejarah tidak disebutkan pernah ada perang antara Inggeris dan Portugis (atau mungkin saya tidak tahu). Yang jelas sampai sekarang di bekas koloni Portugis itu masih terdapat sekelompok keturunan Portugis, yang merasa bagian dari Malaysia, hidup dengan damai di sana. Delapan tahun yang lalu, saya kenal seorang crew dari kontraktor yang bernama Fernandez, from India. Saya pernah mengoloknya, apa maksudnya "from India" dengan namanya Fernandez itu. Dia bilang, saya memegang passport India, tapi saya keturunan Portugis. Jadi kamu mestinya dari daerah Goa, saya tanya dan dijawabnya betul. Iseng, saya pancing, bukankah Goa itu dulunya koloni Portugis. Dia jawab, ya benar. Goa, Dieu dan Daman, tiga koloni kecil Portugis di pantai barat India. Bagaimana ceritanya kok sekarang sudah bukan koloni Portugis lagi. "These colonies were annexed by India in 1961" . Itu juga yang saya baca memang di enciclopedia. Tapi itu dulu kan nggak pakai ribut-ribut seperti Timtim, tanya saya lebih lanjut. Kayaknya nggak tuh, jawabnya. Dan kamu atau mungkin orang-orang Portugis keturunan tidak keberatan jadi orang India, saya tanya lagi. "No, why? India is the biggest democratic country in the world. We have no problem being Indian, even we have Portugease blood". Dan saya rasa dia tidak berlebih-lebihan, ada menteri kabinet di India berasal dari keturunan Portugis. Saya, termangu-mangu waktu itu. Kok India bisa mengambil jajahan Porto itu tanpa ribut-ribut. Kok Indonesia dulu-dulu tidak terfikir untuk berbuat sama atas Timtim waktu jelas-jelas masih dikangkangi Portugis. Ternyata disebabkan karena Bung Karno, presiden RI pertama punya proyek yang lebih besar, yaitu kepingin menganeksasi Kalimantan Utara. Namun terlambat, karena keburu di"kawinkan" Inggeris dengan Semenanjung Malaya membentuk Negara Malaysia. Meskipun Indonesia gegap gempita mengganyang Malaysia diawal tahun 60-an untuk merontokkan konfederasi itu, sejarah mencatat "usaha" itu gagal total. Mungkin dalam pemikiran Bung Karno kalau Kalimantan Utara bisa dijadikan bagian Indonesia, Timor Timur yang kecil, jauh akan lebih mudah mengambilnya. Mungkin dengan diplototi saja orang-orang Porto di Timtim akan langsung "happy becoming Indonesian". Waktu kemudian Indonesia "merasa perlu" mengintegrasikan Timor Timur, suasananya sudah sama sekali lain. Dan cara yang ditempuh juga lain. Dan hasilnya sesudah dua puluh tahu lebih kemudian juga lain. Seandainya Bung Karno masih hidup, mungkin beliau akan ingat bait sebuah lagu Minang, "Sikua capang, sikua capeh, saikua tabang, saikua lapeh". Dan sekarang Timtim bergumam "Don't cry for us Indonesia".

Cerita sejarah ends

Wassalam,


M.D.Saib